Thursday 28 April 2011

Ternyata..Bersyukur itu .... ?!?!

Chamim Amim

oleh Chamim Amim pada 28 April 2011 
 
Bersyukurlah !
Bersyukurlah bahwa kamu belum siap memiliki segala sesuatu yang kamu inginkan …..
Seandainya sudah, apalagi yang harus diinginkan ?

Bersyukurlah apabila kamu tidak tahu sesuatu …
Karena itu memberimu kesempatan untuk belajar …

Bersyukurlah untuk masa-masa sulit …
Di masa itulah kamu tumbuh …

Bersyukurlah untuk keterbatasanmu …
Karena itu memberimu kesempatan untuk berkembang …

Bersyukurlah untuk setiap tantangan baru …
Karena itu akan membangun kekuatan dan karaktermu …

Bersyukurlah untuk kesalahan yang kamu buat …
Itu akan mengajarkan pelajaran yang berharga …

Bersyukurlah bila kamu lelah dan letih …
Karena itu kamu telah membuat suatu perbedaan …

Mungkin mudah untuk kita bersyukur akan hal-hal yang baik…
Hidup yang berkelimpahan datang pada mereka yang juga

bersyukur akan masa surut…
Rasa syukur dapat mengubah hal yang negatif menjadi positif …

Temukan cara bersyukur akan masalah-masalahmu dan
semua itu akan menjadi berkah bagimu …

Wednesday 27 April 2011

Riya & Sum'ah

Riya berasal dari kata araa dan riya'un yang berarti memperlihatkan . Kata riya dapat kita temukan diantaranya dalam Al-Qur'an surat Al Maa'uun ayat 6 yang Allah menyebutkan sebagai salahsatu sifat orang-orang yang mendustakan agama. Sedang Sum'ah artinya memperdengarkan sesuatu perbuatan amal yang sebelumnya tersembunyi atau rahasia.
Izudin Abdussalam mendefenisikan riya sebagai perbuatan yang
dilakukan bukan karena Allah dan sum'ah adalah amal sholeh yang
dilakukannya secara diam-diam , tapi diberitakannya kepada orang lain.
Rasulullah Saw mengklasifikasikan sifat –sifat ini sebagai syirkul
asghar atau syirik kecil sebagai sesuatu yang mengkhawatirkan
seperti dalam Hadist yang diriwayatkan Imam Ahmad berikut ini :
` sesungguhnya yang aku khawatirkan pada kamu sekalian adalah syirkul
asghar . Mereka bertanya : apakah syirkul asghar itu yang
Rasulullah ? beliau menjawab :'riya' . Allah berfirman pada hari
kiamat , saat memberi balasan amal kepada hamba-hamba-Nya." Pergilah
kamu kepada orang-orang yang kamu pameri didunia, maka lihatlah ,
apakah kamu mendapat pahala dari mereka ?'
Dr. Sayid Muhammad Nuh memberikan gambaran tiga tanda riya dan sum'ah
yaitu pertama Bila disanjung akan bersemangat beramal, tapi bila
tidak ada sanjungan atau dicela dia tidak beramal sama sekali. Kedua
Bila ditengah orang, dia giat beramal namun bila sendirian menjadi
malas. ` tanda-tanda orang berbuat riya : malas beramal bila dia
sendirian , dan sungguh-sungguh bila ada ditengah-tengah orang . Dia
akan menambah amalannya bila dipuji, akan melanggar larangan bila
sendirian.'( Imam Ghozali ).
Tanda yang ketiga yaitu berpura-pura sholeh dan menjauhi larangan
Allah bila berada ditengah-tengah orang dan melanggar larangan bila
sendirian.
Kedua sifat ini akan menjadikan amal ibadah yang banyak sekalipun
menggunung namun ringan laksana debu yang berterbangan . Rasullullah
bersabda ` aku beritahukan tentang kaum-kaum umatku, mereka datang
pada hari kiamat dengan kebaikan-kebaikan seperti gunung-gunung
Mekkah yang putih. Namun Allah menjadikan kebaikan-kebaikan itu
seperti debu berterbangan/berhamburan. Bukankah mereka saudara-
saudaramu juga ? mereka bangun ditengah malam , sebagaimana kalian
beribadat ditengah malam, akan tetapi bila mereka sendirian , mereka
akan melanggar larangan Allah .( HR.Ibnu Majah )
Baiknya kita merenungkan sabda Rasulullah berikut ini : " orang yang
pertama-tama diadili kelak di hari kiamat, ialah orang yang mati
syahid. Orang itu dihadapkan ke pengadilan Allah, lalu diperingatkan
kepadanya nikmat-nikmat yang diperolehnya, maka dia mengakuinya.
Kemudian dia di Tanya :'" apakah yang engkau perbuat dengat nikmat-
nikmat itu ? dia menjawab ," aku berperang untuk agama Allah
sehingga aku mati syahid. Firman Allah, " engkau dusta ! sesungguhnya
engkau berperang supaya dikatakan gagah berani dan gelar itu telah
engkau peroleh." Kemudian dia diseret dengan muka telungkup lalu
dilemparkan ke neraka. Setelah itu dihadapkan orang `alim yang
belajar dan mengajarkan ilmunya serta membaca Al-Qur'an
Diingatkannya semua nikmat yang telah diperolehnya, semua diakuinya.
Kemudian ia di Tanya :' Apa yang engkau perbuat dengan nikmat-nikmat
itu ?' Ia menjawab :' aku belajar , mengajar, dan membaca Al-Qur'an
karena Engkau. Allah kemudian berfirman :" engkau dusta !
sesungguhnya engkau belajar dan mengajar supaya di sebut orang `alim,
dan engkau membaca Al-Qur'an supaya dikatan Qori , dan itu semua
telah engkau dapatkan. Kemudian dia diseret dengan muka menghadap
tanah lalu dilemparkan ke neraka. Sesudah itu dihadapkan pula orang
yang diberi kekayaan oleh Allah dengan berbagai macam harta. Semua
kekayaannya dihadapkan kepadanya lalu dingatkan segala nikmat yang
telah diperolehnya, dan ia pun mengakuinya. Kemudian ia di Tanya :'
apa yang telah engkau perbuat dengan harta sebanyak itu ?' Ia pun
menjawab :' setiap bidang yang Engkau sukai tidak ada yang ku
tinggalkan, melainkan aku sumbangkan semuanya karena Engkau.' Allah
pun berfirman : ` engkau dusta ! sesungguhnya engkau melakukan
semuanya agar engkau disebut orang yang pemurah/ dermawan , dan gelar
itu telah engkau peroleh". Kemudian dia diseretlah ia dengan muka
menghadap ke tanah lalu dilemparkan ke dalam neraka.( HR.Muslim )
Wallahu `alam bishowab.

Wassalam,

RAHASIA PUASA



Sebagai muslim yang sejati, kedatangan dan kehadiran Ramadhan yang mulia pada tahun ini merupakan sesuatu yang amat membahagiakan kita. Betapa tidak, dengan menunaikan ibadah Ramadhan, amat banyak keuntungan yang akan kita peroleh, baik dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat
kelak.

Disinilah letak pentingnya bagi kita untuk membuka tabir rahasia puasa sebagai salah satu bagian terpenting dari ibadah Ramadhan.
Dr. Yusuf Qardhawi dalam kitabnya Al Ibadah Fil Islam mengungkapkan ada lima rahasia puasa yang bisa kita buka untuk selanjutnya bisa kita rasakan kenikmatannya dalam ibadah Ramadhan.

1. Menguatkan Jiwa

Dalam hidup hidup, tak sedikit kita dapati manusia yang
didominasi oleh hawa nafsunya, lalu manusia itu menuruti
apapun yang menjadi keinginannya meskipun keinginan itu
merupakan sesuatu yang bathil dan mengganggu serta
merugikan orang lain. Karenanya, di dalam Islam ada
perintah untuk memerangi hawa nafsu dalam arti berusaha
untuk bisa mengendalikannya, bukan membunuh nafsu yang
membuat kita tidak mempunyai keinginan terhadap sesuatu
yang bersifat duniawi. Manakala dalam peperangan ini
manusia mengalami kekalahan, malapetaka besar akan terjadi
karena manusia yang kalah dalam perang melawan hawa nafsu
itu akan mengalihkan penuhanan dari kepada Allah Swt
sebagai Tuhan yang benar kepada hawa nafsu yang cenderung
mengarahkan manusia pada kesesatan. Allah memerintahkan
kita memperhatikan masalah ini dalam firman-Nya yang
artinya: Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan
hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya
sesat berdasarkan ilmu-Nya. (QS 45:23)

Dengan ibadah puasa, maka manusia akan berhasil
mengendalikan hawa nafsunya yang membuat jiwanya menjadi
kuat, bahkan dengan demikian, manusia akan memperoleh
derajat yang tinggi seperti layaknya malaikat yang suci
dan ini akan membuatnya mampu mengetuk dan membuka
pintu-pintu langit hingga segala do’anya dikabulkan
oleh Allah Swt, Rasulullah Saw bersabda yang artinya: Ada
tiga golongan orang yang tidak ditolak do’a mereka:
orang yang berpuasa hingga berbuka, pemimpin yang adil dan
do’a orang yang dizalimi. (HR. Tirmidzi)

2. Mendidik Kemauan

Puasa mendidik seseorang untuk memiliki kemauan yang
sungguh-sungguh dalam kebaikan, meskipun untuk
melaksanakan kebaikan itu terhalang oleh berbagai kendala.
Puasa yang baik akan membuat seseorang terus
mempertahankan keinginannya yang baik, meskipun peluang
untuk menyimpang begitu besar. Karena itu, Rasulullah Saw
menyatakan: Puasa itu setengah dari kesabaran.

Dalam kaitan ini, maka puasa akan membuat kekuatan rohani
seorang muslim semakin prima. Kekuatan rohani yang prima
akan membuat seseorang tidak akan lupa diri meskipun telah
mencapai keberhasilan atau kenikmatan duniawi yang sangat
besar, dan kekuatan rohani juga akan membuat seorang
muslim tidak akan berputus asa meskipun penderitaan yang
dialami sangat sulit.

3. Menyehatkan Badan

Disamping kesehatan dan kekuatan rohani, puasa yang baik
dan benar juga akan memberikan pengaruh positif berupa
kesehatan jasmani. Hal ini tidak hanya dinyatakan oleh
Rasulullah Saw, tetapi juga sudah dibuktikan oleh para
dokter atau ahli-ahli kesehatan dunia yang membuat kita
tidak perlu meragukannya lagi. Mereka berkesimpulan bahwa
pada saat-saat tertentu, perut memang harus diistirahatkan
dari bekerja memproses makanan yang masuk sebagaimana juga
mesin harus diistirahatkan, apalagi di dalam Islam, isi
perut kita memang harus dibagi menjadi tiga, sepertiga
untuk makanan, sepertiga untuk air dan sepertiga untuk
udara.

4. Mengenal Nilai Kenikmatan

Dalam hidup ini, sebenarnya sudah begitu banyak kenikmatan
yang Allah berikan kepada manusia, tapi banyak pula
manusia yang tidak pandai mensyukurinya. Dapat satu tidak
terasa nikmat karena menginginkan dua, dapat dua tidak
terasa nikmat karena menginginkan tiga dan begitulah
seterusnya. Padahal kalau manusia mau memperhatikan dan
merenungi, apa yang diperolehnya sebenarnya sudah sangat
menyenangkan karena begitu banyak orang yang memperoleh
sesuatu tidak lebih banyak atau tidak lebih mudah dari apa
yang kita peroleh.

Maka dengan puasa, manusia bukan hanya disuruh
memperhatikan dan merenungi tentang kenikmatan yang sudah
diperolehnya, tapi juga disuruh merasaakan langsung betapa
besar sebenarnya nikmat yang Allah berikan kepada kita.
Hal ini karena baru beberapa jam saja kita tidak makan dan
minum sudah terasa betul penderitaan yang kita alami, dan
pada saat kita berbuka puasa, terasa betul besarnya nikmat
dari Allah meskipun hanya berupa sebiji kurma atau seteguk
air. Disinilah letak pentingnya ibadah puasa guna mendidik
kita untuk menyadari tinggi nilai kenikmatan yang Allah
berikan agar kita selanjutnya menjadi orang yang pandai
bersyukur dan tidak mengecilkan arti kenikmatan dari Allah
meskipun dari segi jumlah memang sedikit dan kecil. Rasa
syukur memang akan membuat nikmat itu bertambah banyak,
baik dari segi jumlah atau paling tidak dari segi rasanya,
Allah berfirman yang artinya: Dan (ingatlah juga), tatkala
Tuhanmu memaklumkan: “Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasati Kami akan menambah (nikmat) kepadamu,
dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya
azab-Ku sangat pedih. (QS 14:7)

5. Mengingat dan Merasakan Penderitaan Orang Lain

Merasakan lapar dan haus juga memberikan pengalaman kepada
kita bagaimana beratnya penderitaan yang dirasakan orang
lain. Sebab pengalaman lapar dan haus yang kita rasakan
akan segera berakhir hanya dengan beberapa jam, sementara
penderitaan orang lain entah kapan akan berakhir. Dari
sini, semestinya puasa akan menumbuhkan dan memantapkan
rasa solidaritas kita kepada kaum muslimin lainnya yang
mengalami penderitaan yang hingga kini masih belum
teratasi, seperti penderitaan saudara-saudara kita di
Ambon atau Maluku, Aceh dan di berbagai wilayah lain di
Tanah Air serta yang terjadi di berbagai belahan dunia
lainnya seperti di Chechnya, Kosovo, Irak, Palestina dan
sebagainya.

Oleh karena itu, sebagai simbol dari rasa solidaritas itu,
sebelum Ramadhan berakhir, kita diwajibkan untuk
menunaikan zakat agar dengan demikian setahap demi setahap
kita bisa mengatasi persoalan-persoalan umat yang
menderita. Bahkan zakat itu tidak hanya bagi kepentingan
orang yang miskin dan menderita, tapi juga bagi kita yang
mengeluarkannya agar dengan demikian, hilang kekotoran
jiwa kita yang berkaitan dengan harta seperti gila harta,
kikir dan sebagainya.

Allah berfirman yang artinya: Ambillah zakat dari sebagian
harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka dan mendo’alah untuk mereka.
Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketentraman
jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui. (QS 9:103)

Sambut dengan Gembira

Karena rahasia puasa merupakan sesuatu yang amat penting
bagi kita, maka sudah sepantasnyalah kalau kita harus
menyambut kedatangan Ramadhan tahun ini dengan penuh rasa
gembira sehingga kegembiraan kita ini akan membuat kita
bisa melaksanakan ibadah Ramadhan nanti dengan ringan
meskipun sebenarnya ibadah Ramadhan itu berat.

Kegembiraan kita terhadap datangnya bulan Ramadhan harus
kita tunjukkan dengan berupaya semaksimal mungkin
memanfaatkan Ramadhan tahun sebagai momentum untuk
mentarbiyyah (mendidik) diri, keluarga dan masyarakat
kearah pengokohan atau pemantapan taqwa kepada Allah Swt,
sesuatu yang memang amat kita perlukan bagi upaya meraih
keberkahan dari Allah Swt bagi bangsa kita yang hingga
kini masih menghadapi berbagai macam persoalan besar. Kita
tentu harus prihatin akan kondisi bangsa kita yang sedang
mengalami krisis, krisis yang seharusnya diatasi dengan
memantapkan iman dan taqwa, tapi malah dengan menggunakan
cara sendiri-sendiri yang akhirnya malah memicu
pertentangan dan perpecahan yang justeru menjauhkan kita
dari rahmat dan keberkahan dari Allah Swt. [Ayani] 
sumber: www.adang.tk
                    
 

kematian

Wahai orang yang sibuk membangun dunianya
Dan diperdaya oleh angan-angan yang panjang
Kematian datang menjemputmu  secara tiba-tiba
Dan kuburan adalah sebagai kotak amal hamba

Seandainya setelah kematian datang kita dibiarkan
Maka kematian adalah tujuan setiap insan yang hidup
Namun kita pasti dibangkitkan setelah kematian itu
Dan setelahnya kita ditanya tentang segala sesuatu

Bahaya Rokok


Segala puji hanya bagi Allah subhanahu wa ta’ala, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah shalallahu ‘alai wasallam, dan aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi -Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan -Nya.. Amma Ba’du:
Di antara kemaksiatan yang tersebar ditengah masyarakat muslim dan banyak orang yang terjebak padanya adalah perbuatan merokok. Tidak tersembunyi bagi orang yang memahami (maqashid syar’iyah) kemaslahatan yang diinginkan oleh syari’at bahwa merokok adalah perbuatan yang diharamkan, hal itu dilihat dari beberapa segi:
Pertama: Rokok termasuk barang yang buruk dan Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman:
(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang umi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang makruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Qur'an), mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS. Al-A’rof: 157)
Tidak diragukan lagi bahwa merokok termasuk keburukan, dan tidak ada yang mengingkari bahayanya kecuali orang yang sombong, atau orang yang mengikuti hawa nafsu, dan banyak orang meminum khamar serta kecanduan dengan obat-obat terlarang karena diawali oleh rokok lalu berkembang kepada yang labih bahaya, sekalipun mereka telah diingatkan : bahwa penelitian medis menunjukkan 80% dari orang yang kecanduan obat-obat terlarang dimulai dari merokok.
Kedua: Merokok adalah bentuk menjerumuskan diri pada kehancuran. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“...dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan dan berbuat baiklah, sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan”.(QS. Al-Baqarah: 195)
Dan Allah subhanahu wa ta’ala berfrman:
Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS. Al-Nisa’: 29)
Di dalam As-Shahihaini dari Abi Hurairah RA bahwa Nabi Muhammad shalallahu ‘alai wasallam bersabda, “Barangsiapa yang menelan racun lalu dia membunuh dirinya dengan racun tersebut, maka racun itu akan berada pada tangannya yang akan ditelannya di dalam api nerakan Jahannam dia kekal untuk selamanya padanya, dan barangsiapa yang membunuh dirinya dengan besi, maka besi itu di tangannya yang akan memukul perutnya di dalam neraka Jahannam untuk selama-lamanya”.[1]
Di dalam as-shahihaini dari Tsabit Al-Dhahaak bahwa Nabi Muhammad shalallahu ‘alai wasallam bersabda, “Barangsiapa yang membunuh dirinya dengan sesuatu di dunia maka dia akan disiksa dengannya pada hari kiamat”.[2]
Dan tidak diragukan lagi bahwa apabila orang yang merokok mati disebabkan oleh rokok tersebut maka dia dianggap telah membunuh dirinya dengan kandungan racun yang terdapat di dalam rokok sekalipun proses terbunuhnya tersebut agak lambat, sebab tidak ada perbedaan antara para ulama bahwa orang yang melangkah untuk membunuh dirinya baik dia mati dengan cepat atau lambat, dia tetap berdosa dengan perbuatannya tersebut.
Ketiga: Merokok dapat mengganggu kesehatan badan. Dan para dokter telah memperingatkan dengan keras terhadap akibat merokok ini, mereka berkata, “Rokok tersebut mengandung beberapa unsur racun, di antaranya adalah racun nikotin, dan seandainya dua tetes racun ini diteteskan pada mulut anjing maka dia pasti mati pada saat yang sama, dan jika diteteskan pada mulut onta sejumlah lima tetes maka dia akan mati pada saat yang sama dan seorang dokter pernah berkata, “Sesungguhnya jumlah nikotin yang teradapat pada satu batang rokok sudah cukup untuk membunuh manusia jika dituangkan pada manusia melalui urat leher, dan disebutkan dalam sebuah cerita bahawa dua orang bersaudara saling bertaruh siapakah di antara mereka berdua yang paling banyak merokok, maka salah seorang dari mereka mati sebelum mengisap rokok yang ke tujuh belas dan yang lain sebelum habis mengisap rokok yang ke delapan belas.
Di antara penyakit yang ditimbulkan oleh merokok adalah penyakit kanker. Para dokter berkata, “Sesungguhnya banyak para penderita kanker yang mengidap penyakit ini disebabkan oleh merokok, begitu juga dengan penyakit lever dan saluran alat pernapasan.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam musnadnya dari Ibnu Abbas bahwa Nabi Muhammad shalallahu ‘alai wasallam bersabda, “Tidak ada mudharat dan memudharatkan orang lain”.[3]
Keempat: Mengisap rokok adalah bentuk menyia-nyiakan harta. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (QS. Al-Isro’: 27)
Dan tidak diragukan lagi bahwa perokok adalah orang yang paling pemboros, seandainya kita melihat seseorang yang sedang memegang uang di tangannya lalu dia membakarnya maka kita akan mengatakan bahwa dia gila.
Diriwayatkan oleh Al-Turmudzi di dalam sunannya dari Abi Barzah Al-Aslami bahwa Nabi Muhammad shalallahu ‘alai wasallam bersabda, “Tidak akan melangkah dua kaki seorang hamba pada hari kiamat sehingga dia akan ditanya tentang umurnya di manakah dia habiskan, tentang ilmunya apakah yang diperbuat dengannya, tentang hartanya dari manakah dia dapatkan dan kemanakah disalurkan”.[4]
Kelima: Bahaya merokok tidak hanya terhenti pada pelakunya, bahkan bahayanya bisa menyebar kepada istrinya, anak-anaknya, keluarga dan teman duduknya dan hal itu telah diakui oleh para dokter, bahkan tindakan ini telah membawa pada tercemarnya udara dengan gas beracun yang dipancarkannya, dan telah dijelaskan dalam hadits sebelumnya: Tidak ada mudharat dan memudharatkan orang lain”.[5]
Keenam: Merokok akan menimbulkan bau tidak sedap yang bersumber dari mulut, badan dan pakaian perokok, dia akan menganggu teman duduknya, terlebih pada saat memasuki mesjid dan bercampur dengan orang-orang yang shalat. Dan Nabi Muhammad shalallahu ‘alai wasallam telah memerintahkan kepada orang yang menebarkan bau bawang untuk keluar dari mesjid, padahal kedua barang tersebut dihalalkan oleh Allah SWT, lantas sekeras apakah larangannya jika perkara tersebut berkaitan dengan perokok?. Dan Nabi Muhammad shalallahu ‘alai wasallam bersabda, “Barangsiapa yang telah memakan bawang merah dan bawang putih serta bawang bakung maka janganlah dia mendekati mesjid kita, sebab para malaikat merasa terganggu dengan sesuatu yang bisa menganggu anak Adam”.[6]
Di antara perkara yang perlu diingat bahwa harus memboikot semua toko-toko yang menjajakan racun kepada manusia, dan sebaliknya mendukung toko-toko yang tidak menjual rokok, dan inilah bentuk kerja sama dalam urusan kebaikan dan taqwa. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa -Nya. (QS. Al-Maidah: 2)
Sebagian orang terkadang berkata: Aku tidak bisa meninggalkan rokok, maka dikatakan kepadanya: Anda mampu meninggalkan rokok pada bulan ramadhan lebih dari sepuluh jam, maka masalahnya adalah membutuhkan tekad dan keinginan yang kuat, banyak orang yang telah mencobanya dan merasa bosan pada saat pertama, namun karena Allah subhanahu wa ta’ala telah mengetahui kebaikan niatnya maka Dia membantunya dan akhirnya meninggalkan merokok. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.  (QS. Al- Ankabut: 69)
Terdapat banyak klinik untuk menanggulangi kecanduan merokok, yang dikelola oleh orang-orang profesional, dan Allah subhanahu wa ta’ala memberikan manfaat dengan keberadaanya sebab banyak para pecandu rokok meninggalkan rokok setelah mereka mendatangi poliklinik ini dan berobat dengan semestinya.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abi Qotadah dan Abi Dahma’ bahwa Nabi Muhammad shalallahu ‘alai wasallam bersabda, “Sesungguhnya tidaklah engkau meninggalkan sesuatu karena Allah kecuali Dia akan menggantikan bagimu dengan sesuatu yang lebih baik darinya”.[7]
Segala puji bagi Allah subhanahu wa ta’ala Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad shalallahu ‘alai wasallam dan kepada keluarga, shahabat serta seluruh pengikut beliau.


Dr. Amin bin Abdullah asy-Syaqawi

dongeng Jurig

POÉ geus reup-reupan. Reketek Mang Linta mageuhan beulitan sarung dina cangkéngna. Awakna ngan dibungkus kaos oblong doang. Ka handapna calana komprang. Manéhna geus siap-siap rék muru ranggon pangancoanana di tengah kali. Sanggeus sagalana bérés mah léos mangkat bari ngajingjing korang.

Cai laut anu mimiti pasang mimiti ngarayap ka girang. Di beulah kulon layung kari sadalis. Geuleuyeung, Mang Linta nyorongkeun sampanna ka tengah kali, diwelah lalaunan. Teu lila ge nepi ka handapeun ranggon.
Sabot nalikeun sampanna kana tihang ranggon parantina, layung tilem dina poékna peuting.

Barang nyedek ka isa, poék mani meredong. Pantes bé da bulan kolot, manjing ka lilikuran. Jaba geus ti beurang kénéh teduh angkleung-angkleungan, kos geus deukeut ka usum hujan.

Di saung ranggonna, di tengah kali, Mang Linta nganco dicaangan ku lampu gantung nu caangna mérékététét. Pikirna, sugan peuting ieu mah loba hurang nu kabawa palid ku cai pasang. Bari memener tali ancoanana,
pangangguran manehna nelek-nelek ranggon-ranggon nu séjén. Katoong paroék. Aya gé ka beulah girangna, célak-célak. Ka marana nu ngaranco téh? Gerentes Mang Linta.

Geus tilu kali ngangkat, encan baé nyugemakeun haténa. Kalah hayoh wé boboso nu kasair ku ancona téh. Geus lima. Rada beulah kénca – okosna mah rada beulah sisi –kadéngé ku Mang Linta kos aya nu keur ngajala.
Manéhna ngintip tina sela-sela hateup ranggon. Enya bé, aya sampan nu keur ngajala, dicaangan ku lampu cempor nu dibawana. Ngan teuing saha-sahana mah, da ku Mang Linta jelemana ngan katempo belegbegna. Tetempoan Mang Linta mah aya duaan, kos awéwé jeung lalaki. Lalakina nu nébar-nébarkeun jalana, awéwéna mupulan beubeunanganana. Biasana mah nu sok duaan ngajala jeung pamajikanana mah Si Jaé. Kitu sangkaan Mang Linta téh.

Diitung-itung, sakitu geus sababaraha kali ngangkat, can aya nu mucekil baé. Bisa diitung ku ramo angkatan nu ayaan mah. Lolobana mah ngeplos deui ngeplos deui. Caina geus tiis deui kitu? Gerentes Mang Linta. Tapi
barang tungkul ka handap, kaciri kénéh nyéotna cai pasang téh ka girangkeun. Boborélakan. Ceuk itungan mah, tangéh kénéh kana surut. Didédéngékeun deuih ku Mang Linta téh, sugan aya kécépét-kécépét tenggak hurang. Bet euweuh pisan. Nu loba kadéngé mah kalah ka tenggak lauk, mani kukucibekan di ditu di dieu. Kos lauk galedé deuih tina sora tenggakna mah. Piuntungeun nu ngajala.

Mang Linta tungtungna mah lelenggutan, kateluh ku tunduh. Awakna ngajoprak, ngaréngkol dina palupuh ranggon. Tadi téh kuduna mah manéhna hanjat, tapi kapaksa nagen-nagenkeun manéh. Ari rék balik, korang pan kosong kénéh. Ceuk pikirna, boro-boro bisa setor keur urang dapur, keur ududna sorangan gé can tangtu mahi. Sugan rada peuting turunna hurang téh. Nu matak tuluy ku manéhna ditungguan, ngahagalkeun balik rada telat.

Di ranggon ancoan nu di girang téa, anu lampuna célak-célak, ayeuna mah geus pareum, tandaning geus euweuh nu nungguan. Boa kari manéhna anu masih nagen téh. Tungtungna mah Mang Linta kateluh ku tunduh. Ari hurang ager bé euweuhan.

Hiji mangsa Mang Linta ngulisik, kagandéngan ku sora kukucuprakan gigireun ranggonna. Manéhna gigisik. Lol ka luar, béntang timur geus lingsir ngétan. Piraku Si Jaé can hanjat mah, sakieu wayah geus deukeut ka janari leutik? Rét ka lampu gantung, geus pareum. Ku angin okosna mah. Ancoanana ngeueum kénéh, teu kaangkat-angkat da kasaréan.

Manéhna memener sila bari ngaringkebkeun deui sarungna kana awak, nutupan hawa tiris nu nyelesep. Lol deui, nolokeun sirahna tina lawang ranggon, hayang sidik ka sora nu kukucuprakan. Enya bé aya parahu, teu jauh ti ranggon ranggonna. Barang manéhna rék nyorowok, rék nanya saha-sahana nu di parahu, ari gujubar téh, sora aya barang beurat nu dijubarkeun ka cai. Mang Linta kerung, tuluy nyidik-nyidik deui. Ditenget-tenget téh, belegbeg parahu teu robah-robah ayeuna mah, kos nu dijangkarkeun. Rét manéhna ka handap, cai geus nyéot palid ka hilir. Ari parahu angger nagen, padahal diwelah gé henteu. Teu katempo aya gantar deuih. Okosna mah tadi nu ngagujubar téh enya sora jangkar nu dialungkeun ka kali.

Beuki heran baé Mang Linta téh. Sisinarieun aya nu paparahuan peuting-peuting bari jajangkaran sagala. Ilok nu rek ngajala atawa mancing mah? Sakieu wayah geus liwat tengah peuting. Kitu gerentes Mang Linta.
Sajongjongan mah, hayoh baé manéhna nelek-nelek parahu. Sugan enya nu rék ngajala. Jeung mun enya jelemana wawuh, rék digeroan.

Tapi ditutungguan téh, ti lebah parahu teu kadéngé sora-sora ranté jala. Boa nu mancing. Ah, enya meureun nu mancing, da katempo tina belegbegna mah kalah ka dariuk. Tapi teu lumrah deuih wayah kieu aya nu
mancing, komo di tengah mah, gerentesna deui. Biasana gé malem Minggu loba nu mancing mah. Kitu gé naragogna téh di sisi kali bae, atawa dina parahu nu dicangcangkeun di sisi muara. Langka anu ngahaja ka girang mah. Pan ayeuna mah karak malem ..... Mang Linta nginget-nginget poé. Juma’ah ayeuna téh. Enya Juma’ah. Aéh, naha aing poho-poho teuing, gerentes Mang Linta kos nu reuwas. Paingan batur-batur aing teu ngaranco, da malem Juma’ah, gerentesna deui. Tapi leuwih ngarénjag Mang Linta téh, barang ti lebah parahu nu buang jangkar téa, kadéngé sora awéwé nyikikik.

Aya kana saparapat jamna Mang Linta samar polah di jero ranggonna. Rék ngangkat ancoan, bébérés terus hanjat, sieun ngagareuwahkeun anu keur otél dina parahu. Hanjakal teu hanjat ti tatadi. Mun ti tatadi mah, waktu nu dina parahu karak jol ka dinya, moal éra atawa sieun kos ayeuna meureun mun rék hanjat téh. Ayeuna mah, sasat manéhna geus nyaksian jeung nyaho sagala rupana nu dipilampah ku awéwé jeung lalaki nu otél dina parahu téa. Atuh ari rék kaluar ti ranggon téh ayeuna mah jadi serba salah. Leuheung lamun ituna teu nanaon ka manéhna. Kumaha lamun malik nuding ngintip ka manéhna. Eta deuih, bet kabina-bina teuing nu di parahu téh, kos teu boga curiga nanaon. Parangsana aman bé meureun, da aya di tengah-tengah kali.

Tungtungna mah Mang Linta kalah ka ngahéphép baé di ranggon. Rék ngangkat ancoan gé teu wanieun, da ngeueum ti saméméh kapulesan. Panonna rét deui rét deui ka lebah parahu. Najan enya ukur reyem-reyem,
tapi tina sora jeung robah-robahna nu ngabelegbeg mah, kaciri pisan, keur naon nu di parahu téh. Wayah beuki nyedek ka janari. Hawa beuki nyecep kana kulit.

Tungtungna mah Mang Linta ngarasa kaluman. Cindeten baé téh matak ngeselkeun baé haténa. Pitunduheun gé ngadadak musna. Antukna manéhna mikir, rék néangan jalan sangkan aya alesan bisa ninggalkeun ranggon. Rét kana ancoan anu masih kénéh ngeueum. Rét deui kana parahu nu buang jangkar. Sora-sora nu matak géték kana ceulina, terus baé kadéngé. Mun aing téh bisa ngaleungit, gerentesna.

Ah, rék lah-lahan baé, gerentesna deui. Ceg kana gagang ancoan. Saméméh ancoan diangkat, manéhna narik napas heula, kos keur ngawahan. Bari ngarérét ku juru panonna ka lebah parahu, jurungkunung ancoanana
diangkat. Waringna dijungjungkeun ka luhur bari digibrig-gibrig. Séah caina nyurulung. Ti dinya mah manéhna teu wanieun deui nempo ka lebah parahu. Nagen bé sajongjongan mah, bari nahan gagang ancoan sina angger ngajungjung. Dadana mah gegebegan, bareng jeung ngerecekna sora cai nu masih nyurulung tina waring anco. Rét kana eusi anco, rada mondoyot. Ditelek-telek rada ayaan. Talina gancang dikenyang, ngarah eusi anco téh arasup kana bubu handapeunana. Kerud téh, gerentes Mang Linta, ari geus wayah kieu karak ayaan.

Karak saenggeus sora kerecek cai jempé, jeung saenggeus gagang anco ditanggeuhkeun, manéhna lalaunan ngalieuk ka lebah parahu. Puguh bé ngaranjug deui Mang Linta téh, lantaran parahu téh geus euweuh ti
tempatna. Horéng geus aya di hilir, rada jauh. Kos diwelah semu rusuh, muru muara.

Mang Linta ngarénghap. Salila-lila manéhna ngajentul baé, bari teu miduli hawa janari nu beuki nyecep.

“ABAH sia, hudang!” ceuk pamajikan Mang Linta, bari ngageubig-geubig awak salakina. Mang Linta teu gancang hudang. Kalah ka ahah-uhuh, bari angger peureum. “Yeuh, hudang! Penting!” pokna deui. “Peuting manéh balik jam sabaraha?” Mang Linta nguliat. Panonna karancam-keureunceum.
Pokna bari rada kerung, “Ku naon kitu?” “Itu batur ribut jurig!”
“Jurig naon?” Mang Linta beuki kerung. “Teuing! Pajar ranggon ancoan urang aya jurigan!” “Diandel teuing, Écih!” ceuk Mang Linta, kos horéam ngajawab, perbawa tunduh nu ngagayot kénéh dina panonna. Manéhna terus hudang, jarugjag-jarigjeug leumpang muru téko dina méja patengahan.

“Itu ceuk urang lélang,” témbal pamajikanana bari angger hariweusweus.
“Kumaha cenah?” ceuk Mang Linta bari angger kos nu horéam ngajawab.
“Ceuk Si Daud mah, Pa Mantri Pulisi nu manggihanana!” “Ah, siah!” curinghak ayeuna mah Mang Linta teh, mata bolotot kos manggih kerud. Panonna mencrong ka pamajikanana.

“Ih teu percaya mah tanyakeun ka ditu!” Bi Écih daria pisan. “Éta manéh jam sabaraha balik?” “Soré kénéh...,” Mang Linta ngabohong. “Cai surut gé aing mah terus balik. Meunang sabaraha on hurang téh?” “Sakilo satengah. Teu kurang teu leuwih!” “Uyuhan meunang gé...,” ceuk Mang Linta bari nyérang ka luar.

Pamajikanana terus baé tatanya. Panasaran okosna mah. Mang Linta mah angger, ngajawabna téh kos nu purun kos nu henteu. Lolobana mah dijawab saliwatan bae, ku ngawadul sawaréh mah. Nempo kitu mah, Bi Écih gé jadi boseneun sorangan.
“Malem naon peuting téh?” Mang Linta api-api. “Juma’ah!” témbal pamajikanana. “Pantes rék aya jurig gé!” ceuk Mang Linta bari ngagoloyoh ka luar.

Enya bé, barang ku Mang Linta dipapaykeun ka RT, nu manggihan jurig téh cenah Pa Mantri Pulisi. Lengkepna mah dongéng nu manggihan jurig téh kieu. Pa Mantri peuting éta ngersakeun mancing di kali. Malah cenah
hayang di tengah mancingna téh. Ka RT ménta disadiakeun parahu. Mancingna dibarengan ku upas kacamatan. Tah, waktu keur anteng mancing di tengah téa, ujug-ujug aya nu ngajurungkunung ti jero cai, di
ranggon ancoan nu teu jauh ti dinya.

Salila ngadéngékeun, reuwas aya hayang seuri aya Mang Linta téh. “Enyaan duaan jeung upas mancingna?” pokna ka RT. “Apan aing mah nyaksian pisan koloyongna?” témbal RT. “Naha RT teu milu maturan atuh?”
“Ngajakan mah ngajakan Pa Mantri téh,” ceuk RT bari ngabéléhém, “Tapi pan aing kudu ka nu kolot, Linta. Teu dikiliran mah meureun ngamuk...”

PEUTINGNA deui, cara sasarina, Mang Linta turun deui ka kali, rék nganco. Rét ka ranggon-ranggon ancoan nu séjén, angger paroék. Teuing mémang ngambeu galagat keur euweuh hurang, teuing kapangaruhan ku dongéng jurig peuting tadi. Nu écés, Mang Linta teu wanieun ieuh betus ka nu séjén ngeunaan kasaksiaanana peuting tadi. Mana komo barang nyaho mun nu dina parahu téh Pa Mantri Pulisi.

Cara peuting tadi, hurang téh euweuhan bae. Tapi Mang Linta teu putus harepan, terus bé nagen. Ras inget kana angkatan nu panungtungan peuting tadi, geuning rada mondoyot. Boa enya, hurang téh ayaanana ka
janarikeun, mun cai geus malik surut ka hilir. Sial, peuting tadi kasaréan.

Tengah peuting, geus kareureuwasan deui Mang Linta téh. Ti hilir aya deui parahu nu ngadeukeutan ranggonna. Malah ayeuna mah teu buang jangkar, tapi tuluy ka kolong ranggon. Teu lila gé nu ngawelahna
nyalukan. “Mang Linta...?” cenah, rada halon, sada awéwé.

Puguh bé Mang Linta téh ngadégdég. Bulu pundukna tingpuringkak. Beuki ratug baé dadana barang kadéngé aya nu nérékél naék kana ranggonna. Lol nu naék téh beungeutna kacaangan ku lampu gantung. Lipenna mani burahay.

“Dédéh...?” ceuk Mang Linta, barang mireungeuh nu datang téh pamajikan RT nu ngora. Dédéh kalah nyéréngéh. Mang Linta sawan kuya. “Rék naon manéh peuting-peuting kieu?”

“Beubeunangan tadi peuting?” témbal Dédéh, kalah malik nanya. “Kuatan, mani nepi ka subuh,” pokna deui, bari gék seselepét milu diuk dina ranggon. Pagégéyé. Mang Linta samar polah. Komo barang Dédéh némpélkeun biwirna kana ceulina bari ngaharéwos, “Ulah bébéja ka sasaha nya!” cenah. (Darpan a.w)
Sent by: e-ketawa on Jul 4th, 2005

Sunday 17 April 2011

Urang sunda, Warga dunia

Siapa sebenarnya yang disebut orang Sunda? Pertanyaan ini kembali menggelitik setelah Acil Bimbo saparakanca sukses mengadakan acaraGempungan Urang Sunda di Gasibu, Senin 11 September, yang dihadiri ribuan warga Sunda dari berbagai kalangan.
Menurut Acil, Gempungan Urang Sunda merupakan bentuk kegelisahan Acil dan tokoh masyarakat Sunda lainnya terhadap eksistensi Sunda yang saat ini terpinggirkan. Tidak hanya di bidang politik, di hampir semua bidang, masyarakat Sunda seolah tak berdaya meski berada di urutan kedua etnis
terbesar di Indonesia.
Pada acara puncak, personel grup musik Bimbo ini pun berteriak lantang menyebutkan tiga poin deklarasi warga Sunda. Intinya, ikrar itu untuk membangun kebersamaan dalam menjaga Jawa Barat agar tetap kondusif.
Ada dua kata yang kerap dipertukarkan begitu saja-bukan hanya terdengar pada acara Gempungan Urang Sunda itu seakan-akan memiliki arti yang sama: Sunda dan Jawa Barat. Sebab, kenyataannya, tidak semua orang Jawa Barat adalah orang Sunda. Wong Cerbon dan Dermayu banyak yang tidak merasa diri mereka orang Sunda.
Sebaliknya pun begitu, tidak semua orang Sunda berada di Jawa Barat. Bukankah di wilayah Provinsi Banten berdiam banyak orang Sunda? Jangan lupa, di bagian barat Provinsi Jawa Tengah, di Kabupaten Brebes, dan Cilacap terdapat juga masyarakat yang sehari- harinya berbicara bahasa Sunda, memelihara bermacam seni Sunda (wayang golek, calung, jaipongan, dan lain-lain), dan merasa diri mereka adalah orang Sunda. Kerajaan Sunda
Sunda sebagai sebuah etnis boleh jadi sudah ada sejak zaman prasejarah. Berdasarkan data dan penelitian arkeologis, wilayah (yang sekarang disebut) Jawa Barat (dan Banten) telah dihuni oleh masyarakat Sunda secara sosial sejak lama sebelum Tarikh Masehi. Situs purbakala di Ciampea (Bogor), Klapa Dua Jakarta), dataran tinggi Bandung, dan Cangkuang (Garut) memberikan bukti dan informasi bahwa lokasi lokasi tersebut telah ditempati oleh kelompok masyarakat yang memiliki sistem kepercayaan, organisasi sosial, sistem mata pencarian, pola permukiman, dan sebagainya, sebagaimana layaknya kehidupan masyarakat manusia betapa pun sederhananya.
Namun, sebagai sebuah wilayah (kerajaan), nama Sunda baru muncul pada abad ke-7, ketika Tarusbawa, raja terakhir Tarumanagara, mengubah nama kerajaan itu menjadi Sunda, tahun 669 M. Tak lama setelah Tarusbawa mendirikan Kerajaan Sunda, maharaja Galuh, Wretikandayun, melepaskan diri dan membentuk sebuah negara yang berdaulat. Jadi, pada saat itu di belahan barat Pulau Jawa terdapat dua kerajaan yang (relatif) besar, yakni Galuh dan Sunda, yang dibatasi Sungai Citarum.
Sebagai sebuah wilayah kerajaan, Sunda mengalami pasang-surut. Pada awalnya, kerajaan Sunda hanya meliputi wilayah seluas kira-kira separuh Jawa Barat, yakni dari Ujung Kulon hingga Citarum. Ketika Sunda dan Galuh bersatu, wilayahnya pernah mencapai Banyumas dan Brebes. Kerajaan Sunda mengalami kemunduran setelah Sri Baduga meninggal. Para penggantinya (Surwisesa dan seterusnya) gagal mempertahankan kejayaan Sunda. Kerajaan ini pun makin lama makin surut, hingga berakhir pada masa Ragamulya Suryakancana tahun 1579 M. Titi mangsa inilah yang kita kenal sebagai saat runtagna Pajajaran.
Sebagai sebuah wilayah administratif, Jawa Barat merupakan provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (Staatblad Nomor: 378). Provinsi Jabar dibentuk berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Barat. Toh, 50 tahun kemudian dengan lahirnya UU Nomor 23 Tahun 2000 tentang Provinsi Banten, wilayah administrasi pembantu gubernur wilayah I Banten resmi ditetapkan menjadi Provinsi Banten, yang meliputi Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten/Kota Tangerang, dan Kota Cilegon.
Bisa disimpulkan, sekali lagi bahwa Sunda tidak sama dengan Jawa Barat dan Jawa Barat tidak sama dengan Sunda. Sebagai sebuah etnis, warga Sunda bisa berada di mana saja, di Jakarta, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Papua, bahkan Eropa, Amerika Serikat, dan lain-lain. Warga Sunda adalah warga dunia. Sebagai sebuah wilayah, Tatar Sunda juga berbeda dengan Jawa Barat.
Untuk menentukannya pun lebih sulit lagi, dan rasanya tak relevan lagi menentukan wilayah yang disebut Tatar Sunda secara administratif. Siapa orang Sunda?
Jadi, siapa sebenarnya yang disebut orang Sunda? Pendapat HR Hidayat Suryalaga, inohong yang tak perlu diragukan lagi kesundaannya, menarik untuk dicermati, kemudian diresapi dan diimplementasikan. Menurut Hidayat, siapa pun Anda yang memenuhi salah satu saja dari empat kriteria berikut:
pertama, merasa diri menjadi orang Sunda;
kedua, orang lain menyebut Anda orang Sunda;
ketiga, ayah dan ibu Anda orang Sunda asli;
dan keempat, tingkah laku dan cara berpikir Anda sehari-hari persis orang Sunda meskipun orangtua Anda bukan Sunda, maka Anda adalah orang Sunda.
Bila kita memakai kriteria ini, jelaslah siapa yang disebut orang Sunda. Namun, kriteria ini pun menimbulkan pertanyaan. Misalnya, jika seseorang merasa diri orang Sunda, dan orang lain menyebut dirinya Sunda, serta orangtuanya Sunda asli, tetapi ternyata ia bertingkah laku yang tak sesuai dengan orang Sunda (misalnya, melakukan korupsi), pantaskah ia disebut orang Sunda?
Dalam kaitan ini, patut digarisbawahi orasi Jajang Cahyana, seorang yang diperkenalkan sebagai tukang becak, pada acara Gempungan Urang Sunda di Gasibu, dua pekan lalu.
“Naha enya urang Sunda nu ayeuna jareneng teh nyaah ka rayat leutik? Naha enya urang Sunda nu aya di dieu malire ka jalma leutik siga kuring? Buktina, kuring nu cicing di pasisian kungsi nandangan lapar dua poe euweuh nu malire. Kuring ngalaman dibuburak pira jadi tukang mulung”.
“Saat pemilihan anggota dewan di Kabupaten Bandung, hampir semua tukang becak di daerah saya memilih seorang anggota dewan asal Sunda. Tapi sekarang, orang itu sama sekali tidak pernah lagi muncul, bahkan tidak pernah bersuara. Karena itu, orang Sunda jangan mau dibohongi lagi,” katanya.
Jadi, yang penting sesungguhnya bukanlah atribut atau engakuan, melainkan sikap mental dan cara berpikir. Apakah sikap mental dan cara berpikir kita sudah mencerminkan sebagai orang Sunda? Hanya kita yang bisa menjawabnya.

Sumber :
HERMAWAN AKSAN
Penulis Cerpen, Novel, Esai
Kompas Jawa Barat, rebo 27 september 2006,